Demokrasi Bikin Tekor, Korupsinya Bikin Horor !

 


Oleh : Yuni Ernawati S.Tr.Sos

 

Sungguh tidak punya hati! Ditengah kesulitan masa pandemi Covid-19 penjabat negeri malah menambah beban rakyat kian bertambah. Sudahlah ditekan dengan berbagai kebijakan semacam Omnibus Law, kini ditembah dengan realita korupsi dana Bansos pejabat Kementrian dengan nilai yang sangat fantastis.

Sebagaimana dketahui, Juliari ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap bansos penanganan pandemic Covid-19 untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Ia diduga menerima suap sebsar Rp 17 miliar dari perusahaan rekanan yang menggarao proyek pengadaan dan penyaluran bansos. (kompas.com6/12/2020)

Kasus suap ini diawali adanya penanganan Covid-19 berupa paket sembako untuk warga miskin dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode. Perusahaan rekanan yang menjadi vendor pengadaan bansos diduga menyuap pejabat Kementrian Sosial lewat skema free Rp 10.000 dari setiap paket sembako yang nilainya Rp 300.000. (Kompas.com, 7/12/2020)

Bukan sekali dua kali kasus mega korupsi mendera para pejabat negeri. Mirisnya juga penangkapan demi penangkapan dilakukan KPK dan sebagainya dengan hukuman penjara, namun korupsi dengan berbagai modusnya justru makin merajalela. Bukankah negeri ini ialah negeri Muslim, mengapa korupsi justru kian menjadi ?

Pada dasarnya marak korupsi hari ini erat kaitannya dengan kondisi system politik yang memang meniscayakayan para elit politik melakukan praktek money politik. Bagaimana tidak, mahar politik didalam system Demokrasi yang begitu mahalnya membuat partai politik juga inividu didalamnya yang berniat maju dalam kontestasi politik harus bekerja keras mencari dan menutup modal.

Demokrasi Bikin Tekor !

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisaris Jendral Firli Bahuri pernah mengatakan, “Pilkada dibiayai sponsor. Rata-rata 82,3% calon kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam pilkada. Di 2017 itu ada 82,6% diskokong sponsor, lalu 2018 70,3% disokong sponsor juga”, Kata Firli dalam suatu acara yang disiarkan Youtube KASN RI (bcindonesia.com 08/20)

Hasil riset LPEM UI pada 2014 menyimpilkan bahwa investasi yang mesti dikeluarkan caleg agar peluang menangnya besar berkisar antara Rp 787 juta sampai Rp 1,8 miliar, sedangkan untuk DPRD kisarannya Rp 320-481 juta. Selain itu untuk menjadi kepala daerah, biaya politik juga tidak sedikit. Beberapa diantaranya mengatakan telah mengeluarkan uang Rp 20-30 miliar untuk pilkada. Kementrian Dalam Negeri bahkan menyebut ada yang mencapai Rp 100 miliar. (tirto.id 22/19)

Maka tidak heran ketika pada akhirnya para calon kandidat melakukan kerjasama dengan para pengusaha dalam hubungan simbiosis mutualisme. Selanjutnya ketika berhasil menduduki kursi kekuasaan, mereka korupsi sedemikian rupa untuk mengembalikan modalnya. Memang tidak aneh, begitulah realita politik demokrasi yang bikin tekor !

Korupsinya Bikin Horor !

Imbas dari horornya money politik didalam demokrasi, setimpal dengan munculnya praktik-praktik mega korupsi semacam yang terjadi pada kasus Korupsi dana Bansos Covid-19 oleh Juliari P. Batubara.

Oleh lembaga ICW Wana Alamsyah mengatakan, terdapat 169 kasus korupsi selama periode semester satu tahun 2020. Kemudian, ada 23 pengembangan kasus serta 23 operasi tangkap tangan (OTT), dengan tersangka yang ditetapkan ada 372 orang dengan nilai kerugian Negara sebesar Rp 18,1 triliun. (kompas.com 09/20)

Inilah buah dari Sistem rusak Demokrasi yang menghasilkan para pemimpin korup. Maraknya koruptor pejabat negeri hari ini semakin menunjukkan bobroknya system hikdup yang diterapkan. Sudahlan dari awal pemilihan pemimpin di dalam system demokrasi dengan engan mahar tinggi, ditambah setelahnya mereka korupsi sejadi-jadinya mengingat mereka para penguasa harus mengembalikan pinjaman modal dalam pemenangan kontestasi politiknya.


Memang tidak bisa disangkal, bahwa system demokrasilah biang dari maraknya korupsi. Sistem yang tegak atas dasar memisahkan agama dari kehidupan, yang tak mengenal aturan pencipta sehingga tidak akan lahir darinya pemahaman bahwa setiap apa yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban.

Hal ini tentu sangat berbeda dengan Sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan lengkap, mengatur kehidupan manusia. Sistem Islam yang memiliki landasan keimanan bagi setiap manusia didalam menjalankan kehidupan bagi dalam monteks individu, masyarakat maupun Negara. Akidah Islam didalam Sistem Islam menjadi rambu-rambu, menuntun setiap perilaku agar sesuai dengan kehendak pemilik kehidupan, karena semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.

Wallahu’alam bii shawab

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memilih Karena Dakwah

Tanpa Islam, Aku Gagal !