Fatamorgana Ketahanan Keluarga : dalam tatanan Sekularisme – Demokrasi 

Adalah wajar ditengah carut marut permasalah tatanan keluarga hari ini, lantas menggerakkan sejumlah pihak melakukan upaya perbaikan sebagaimana keluarga yang diinginkan. perceraian, bullying, kekerasan dalam rumah tangga yang semakin meningkat menjadi keprihatinan sejumlah pihak untuk akhirnya bergerak. Salah satu diantaranya upaya memasukkannya RUU Ketahanan Keluarga (KK) dalam program legislasi Nasional dengan tujuan memperbaiki kualitas keluarga. Usulan menuai pro dan kontra seperti biasanya, niatan baik nyatanya tak selalu di sambut baik. Bagi pihak kontra, mereka beralasan bahwa RUU ini dianggapo terlalu mengganggu kehidupoan privasi, juga anggapan negara yang tidak usah terlalu ikut campur dalam urusan keluarga. Bagi mereka (pihak kontra) sangat tidak setuju agama di bawa-bawa ke ranah agama. Karena memang faktanya RUU Ketahanan Keluarga ini jika kita baca seksama memuat nilai-nilai Islami di dalamnya, wajar jika mereka menolaknya.

Sebagaimana yang tertuang di dalam pasal 25, dikritik pedas oleh kaum pembela perempuan terkait kewajiban wanita dalam pengaturan urusan rumah tangga. Menurutnya aturan ini seolah mengekang perempuan, membatasi peran perempuan hanya sebatas urusan rumah tangganya saja, tanpa membolehkan masuk ke dalam ranah domestik. Selain itu kritik terhadap pasal 85-89 RUU pun mendapat respon negative dari kelompok pembela HAM sebab menurutya adanya ketersinggungangan terkait posisi kaum lGBT yang dikatakan penyimpangan seksual. Menurutnya keluarga tidak diperbolehkan menganggap kaum lGBT sebagai tindak kriminal maupun merendahkanya.

 Wajar saja polemik ini akan terus terjadi utamanya bagi mereka kaum feminis yang terus menggaungkan ide kesetaraan gender juga sekularisme. Mengapa demikian ? karena bagi mereka sangat anti urusan agama masuk dalam ranah kehidupan umum, karena dianggapnya dapat mengekang kehidupoannya. Kebebasan dalam hidup tanpa terikat dengan aturan yang Maha Kuasa menjadi keharusan yang akan mereka perjuangkan. Nampaknya perdebatan pro dan kontra ini menjadi kaca yang memperjelas wajah sebuah negeri yang tidak terikat dengan peratuaran agama. oleh karenanya sangat jelas pertentangan muncul apabila ada aturan-aturan yang didalamnya memuat nilai agama (Islam), sebaik apapun pasti akan mendapat perlawanan dari pihak sekuler.

Oleh karenanya implementasi ketahanan keluarga hanya akan menjadi fatamorgana ditengah penerapan sistem Sekuarisme-Dempokrasi, sistem yang memang sangat tidak kompatibel dengan syariat Islam dan justru mengkerdilkan Islam juga pengembannya dalam mewujudkan penerapan (Islam) di tengah kehidupan. Mewujudkan ketahanan keluarga memang tidak akan terwujud hanya dengan memasukkan nilai-nilai Islam dalam RUU. lebih dari itu kita butuh komponen lain yakni adanya kontrol masyarakat juga Negara sebagai wadah penerapan syariat Islam. Karenanya kosep Islam yang Rahmatan Iill A’lamin akan mampu menjawab setiap persoalan. Karenanya, Islam memang telah mensyariatkan kepada Negara untuk menyiapkan berbagai komponen yang menjadi penunjang dalam perwujudan ketahanan keluarga, menciptakan suasana masyarakat yang taat pada syariat juga masyarakat yang saling melakukan kontrol sosial peduli satu dengan lainnya.

Dan kesemuanya hanya akan terwujud dalam sebuah tatanan pemerintahan yang memberi wadah bagi Islam terlaksanan dalam setiap aspek kehidupan, yang dengannya mulia manusia dan tercipta ketahanan keluarga yang kuat juga melahirgan generasi-generasi penuh manfaat dunia dan akhirat. In shaa Allah. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memilih Karena Dakwah

Tanpa Islam, Aku Gagal !

Demokrasi Bikin Tekor, Korupsinya Bikin Horor !