Kemenangan Palsu
Riuh pesta demokrasi di negeri ini. Perhelatan
akbar tengah berlangsung dari lamanya penantian 5 tahun sebelumnya. Banyak
penantian dan harapan dari umat akan adanya perubahan yang lebih baik dari
kondisi negeri ini. Bagaimana tidak, banyaknya kerusakan dan kedzoliman banyak
menimpa umat hari ini sudah lagi tak terhitung jari. Maka wajar saat moment
Pemilu ini, semua aspirasi dan harapan terluapkan pada satu kepemimpinan baru
yang mereka kehendaki.
.
Perhelatan 17 April 2019 pun telah usai, tak
kalahnya media bergerak cepat secepat kilat memaparkan hasil perhitungan
suara-suara harapan umat yang telah disuarakan dalam lembaran kertas.
Netralitas mediapun diuji dengan kebenaran atas suara-suara kemenangan kedua
paslon. Beberapa jam setelah perhitungan tersebar, deklarasi kemenangan pun
mulai bermunculan dari kedua paslon. Keduanya baik dari paslon maupun pendukung
saling berunjuk angka kemenangan. Keduanya pun tak segan-segan lagi
mendeklarasikan kemenangan atas banyaknya suara yang mereka raup dari rakyat.
Namun apakah ini sebenar-benarnya kemenangan ?
Tidaklah heran kita temukan hal demikian di dalam system demokrasi saat ini.
Kemenangan atas suara terbanyak itulah kemenangan dalam pandangan demokrasi.
Namun tidak dengan Islam !
.
Islam memandang
bahwa kemenangan adalah milikNya semata. Kemenangan dalam Islam ialah, tatkala
kehidupan yang ada sesuai dengan aturan yang telah Pencipta perintahkan. Saat
setiap persoalan baik individu, masyarakat maupun negara diputuskan dengan apa
yang telah Pencipta turunkan. Tak ada sumber hukum lain yang mereka gunakan
selain dari pada sumber hukum Islam, itulah kemenangan. Bagaimana kemenangan
dalam demokrasi? Ya.. tepatnya kemenangan dalam demokrasi itu hanyalah ilusi
yang akan terus terjadi manakala terjadi pengabaikan pada hukum illahi.
Kemenangan demokrasi hanyalah kemenangan palsu yang akan terus menipu. Bagimana
tidak, saat kemenangan yang ada tak ubahnya pada pengabaian aturanNya dalam
kehidupan ummat. Kemenangan yang didalamnya memuat aturan-aturan yang
dilegitimasikan pada manusia bukan lagi
pada aturan Sang Pencipta.
.
Wallahu’alam
bii shawab
Asy - Syarifah
Komentar
Posting Komentar